Hampir setiap detik yang kita hadapi setiap harinya selalu ada masalah yang datang. Namun definisi masalah ini tentu saja relatif, tergantung seperti apa kita menganggapinya. Apakah kemudian hal tersebut kita jadikan sebagai beban hidup ataukah sebagai motivasi dalam membangun dan menemukan jati diri.
Lalu apa sebenarnya masalah itu?
Beberapa waktu lalu Dosen pembimbing saya pernah menanyakan hal serupa, apa sebenarnya definsi masalah yang mewakili setiap "masalah" yang dihadapi manusia.
Ini bukan perkara subjektivitas, melainkan pemahaman dan kesadaran. Jika kita mendefinisikan masalah secara personal, maka yang akan muncul adalah masalah dalam lingkup yang tersegmentasi. Jika Andi mengatakan bahwa masuk kelas filsafat merupakan masalah baginya, belum tentu bagi Budi hal tersebut berarti masalah.
Budi akan paham bahwa "kelas filsafat" adalah masalah bagi Andi jika dan hanya jika Budi tahu kalau Andi orang yang paling buruk pemikiran rasionalnya.
Dengan demikian, adalah sebuah kesalahan besar jika kita memahami masalah hanya dengan mengandalkan perspekif personal.
Karena masalah adalah sebuah ketidaksesuain antara apa yang seharusnya terjadi dengan apa yang nampak.
Pensil tersebut akan nampak bengkok padahal pensil tersebut sama sekali tidak berubah. Ia tetap pada bentuknya semula. Hanya saja sesuatu yang nampak ternyata merefleksikan keadaan yang berkebalikan. Dan Inilah yang dinamakan MASALAH.
Andi mungkin seorang mahasiswa filsafat, yang semua masyarakat akan mafhum bahwa kemampuan filsafatnya tidak perlu diragukan lagi. Atau paling tidak, ia adalah seorang calon sarjana yang handal dibidangnya. Tapi apa yang terjadi?
Jangankan paham dan mendapatkan gelar sarjananya. Masuk kelas berbau filsafat saja sudah membuatnya mual setengah mati.
Lalu apakah seorang tokoh Andi hasil imaginasi penulis akan terus-terusan seperti itu? Menderita dengan problematika paling krusial dalam hidupnya?
Tentu saja tidak, dan kemungkinan iya. Tergantung apakah kemudian ia akan berhasil menemukan SOLUSI atas masalah paling fundamental dalam hidupnya itu.
Karena dunia ini cukup adil untuk kita tempati, maka Tuhan pun dengan segala KeMaha AdilanNya memberikan malam untuk menggantikan siang, Hujan untuk membasahi kemarau, dan tentu saja Solusi untuk mengeksekusi masalah.
Tetapi berbeda dengan malam yang datang menggantikan siang atau hujan yang turun membasahi tanah yang tandus, solusi bersifat interventif atau campur tangan dari manusia itu sendiri. Solusi adalah sesuatu yang harus dipikirkan dan dilakukan. Ingat pesan bijak ini, "seperti apapun masalahnya, jadilah bagian dari solusinya"
Saya kira itu saja untuk renungan kali ini, dan mari kita tutup dengan sebuah puisi berikut
Kadang membuatku merana,
Tak jarang membuatku nelangsa,
Hadir dalam setiap hirupan nafas,
Namun begitu lama kepergiannya,
Kadang hadir dalam titik kecil,
Kadang hadir dalam tumpukan kerikil,
Kadang hadir dalam selimut jemari,
Kadang hadir dalam jejak kaki,
Namun
Jangan kau salahkan mereka,
Lihat saja pada jendela mata, Mereka tak salah,
Semua adalah anugerah, Yang tak bersalah,
Semua adalah hikmah,
Yang tak melangkah, Puji syukur kunci suatu masalah,
Bukan emosi amarah,
Bukan tetes-tetes darah,
Bukan jiwa merah,
Selamat datang masalah baruku,
Di pundakku, kau kan ku padu,
Selat tinggal masalah lamaku,
Di belakangku, kau kan ku sapu...